Faktor Penyebab Pernikahan Dini
Menurut RT.
Akhmad Jayadiningrat, sebab-sebab utama dari perkawinan usia muda adalah:
1.
Keinginan
untuk segera mendapatkan tambahan anggota keluarga.
2.
Tidak
adanya pengertian mengenai akibat buruk perkawinan terlalu muda, baik bagi
mempelai itu sendiri maupun keturunannya.
3.
Sifat
kolot orang jawa yang tidak mau menyimpang dari ketentuan adat. Kebanyakan
orang desa mengatakan bahwa mereka itu mengawinkan anaknya begitu muda hanya
karena mengikuti adat kebiasaan saja.
Terjadinya
perkawinan usia muda menurut Hollean dalam Suryono disebabkan oleh:
1.
Masalah
ekonomi keluarga.
2.
Orang
tua dari gadis meminta masyarakat kepada keluarga laki-laki apabila mau
mengawinkan anak gadisnya.
3.
Bahwa
dengan adanya perkawinan anak-anak tersebut, maka dalam keluarga gadis akan
berkurang satu anggota keluarganya yang menjadi tanggung jawab (makanan,
pakaian, pendidikan, dan sebagainya) (Soekanto, 1992 : 65).
Selain menurut
para ahli di atas, ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya perkawinan
usia muda yang sering dijumpai di lingkungan masyarakat kita yaitu :
1.
Ekonomi
Perkawinan usia muda terjadi karena keadaan keluarga yang hidup di
garis kemiskinan, untuk meringankan beban orang tuanya maka anak wanitanya
dikawinkan dengan orang yang dianggap mampu.
2.
Pendidikan
Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua, anak dan
masyarakat, menyebabkan adanya kecenderungan mengawinkan anaknya yang masih
dibawah umur.
3.
Faktor
orang tua
Orang tua khawatir kena aib karena anak perempuannya berpacaran
dengan laki-laki yang sangat lengket sehingga segera mengawinkan anaknya.
4.
Media
massa
Gencarnya ekspose seks di media massa menyebabkan remaja modern
kian Permisif terhadap seks.
5.
Faktor
adat
Perkawinan usia muda terjadi karena orang tuanya takut anaknya
dikatakan perawan tua sehingga segera dikawinkan.
Dampak Positif dan Negatif Pernikahan Dini
1.
Dampak positif
a.
Dukungan
emosional: Dengan dukungan emosional maka dapat melatih kecerdasan emosional
dan spiritual dalam diri setiap pasangan (ESQ).
b.
Dukungan
keuangan: Dengan menikah di usia dini dapat meringankan beban ekonomi menjadi
lebih menghemat.
c.
Kebebasan
yang lebih: Dengan berada jauh dari rumah maka menjadikan mereka bebas
melakukan hal sesuai keputusannya untuk menjalani hidup mereka secara finansial
dan emosional.
d.
Belajar
memikul tanggung jawab di usia dini: Banyak pemuda yang waktu masa sebelum
nikah tanggung jawabnya masih kecil dikarenakan ada orang tua mereka, disini
mereka harus dapat mengatur urusan mereka tanpa bergantung pada orang tua.
e.
Terbebas
dari perbuatan maksiat seperti zina dan lain-lain.
2.
Dampak
negatif
a.
Dari
segi pendidikan: Sebagaimana telah kita ketahui bersama, bahwa seseorang yang
melakukan pernikahan terutama pada usia yang masih muda, tentu akan membawa
berbagai dampak, terutama dalam dunia pendidikan. Dapat diambil contoh, jika
sesorang yang melangsungkan pernikahan ketika baru lulus SMP atau SMA, tentu
keinginannya untuk melanjutkan sekolah lagi atau menempuh pendidikan yang lebih
tinggi tidak akan tercapai. Hal tersebut dapat terjadi karena motivasi belajar
yang dimiliki seseorang tersebut akan mulai mengendur karena banyaknya tugas
yang harus mereka lakukan setelah menikah. Dengan kata lain, pernikahan dini
dapat menghambat terjadinya proses pendidikan dan pembelajaran.
Selain itu belum lagi masalah ketenaga kerjaan, seperti realita
yang ada didalam masyarakat, seseorang yang mempunyai pendidikan rendah hanya
dapat bekerja sebagai buruh saja, dengan demikian dia tidak dapat mengeksplor
kemampuan yang dimilikinya.
b.
Dari
segi kesehatan: Dokter spesialis kebidanan dan kandungan dari Rumah Sakit
Balikpapan Husada (RSBH) dr Ahmad Yasa, SPOG mengatakan, perempuan yang menikah
di usia dini kurang dari 15 tahun memiliki banyak risiko, sekalipun ia sudah
mengalami menstruasi atau haid. Ada dua dampak medis yang ditimbulkan oleh
pernikahan usia dini ini, yakni dampak pada kandungan dan kebidanannya.
penyakit kandungan yang banyak diderita wanita yang menikah usia dini, antara lain
infeksi pada kandungan dan kanker mulut rahim. Hal ini terjadi karena
terjadinya masa peralihan sel anak-anak ke sel dewasa yang terlalu cepat.
Padahal, pada umumnya pertumbuhan sel yang tumbuh pada anak-anak baru akan
berakhir pada usia 19 tahun.
Berdasarkan beberapa penelitian yang pernah dilakukan, rata-rata
penderita infeksi kandungan dan kanker mulut rahim adalah wanita yang menikah
di usia dini atau dibawah usia 19 atau 16 tahun. Untuk risiko kebidanan, wanita
yang hamil di bawah usia 19 tahun dapat berisiko pada kematian, selain
kehamilan di usia 35 tahun ke atas. Risiko lain, lanjutnya, hamil di usia muda
juga rentan terjadinya pendarahan, keguguran, hamil anggur dan hamil prematur
di masa kehamilan. Selain itu, risiko meninggal dunia akibat keracunan
kehamilan juga banyak terjadi pada wanita yang melahirkan di usia dini. Salah
satunya penyebab keracunan kehamilan ini adalah tekanan darah tinggi atau
hipertensi.
Dengan demikian, dilihat dari segi medis, pernikahan dini akan
membawa banyak kerugian. Maka itu, orangtua wajib berpikir masak-masak jika
ingin menikahkan anaknya yang masih di bawah umur. Bahkan pernikahan dini bisa
dikategorikan sebagai bentuk kekerasan psikis dan seks bagi anak, yang
kemudian dapat mengalami trauma.
c.
Dari
segi psikologi: Menurut para psosiolog, ditinjau dari sisi sosial,
pernikahan dini dapat mengurangi harmonisasi keluarga. Hal ini disebabkan oleh
emosi yang masih labil, gejolak darah muda dan cara pikir yang belum matang.
Melihat pernikahan dini dari berbagai aspeknya memang mempunyai banyak dampak
negatif. Oleh karenanya, pemerintah hanya mentolerir pernikahan diatas umur 19
tahun untuk pria dan 16 tahun untuk wanita.
Pandangan Agama Islam Terhadap Pernikahan Dini
Hukum Islam
secara umum meliputi lima prinsip yaitu perlindungan terhadap agama, jiwa,
keturunan, harta, dan akal. Dari kelima nilai universal Islam ini, satu
diantaranya adalah agama menjaga jalur keturunan (hifdzu al nasl). Oleh sebab
itu, Syekh Ibrahim dalam bukunya al Bajuri menuturkan bahwa agar jalur
nasab tetap terjaga, hubungan seks yang mendapatkan legalitas agama harus
melalui pernikahan. Seandainya agama tidak mensyari’atkan pernikahan, niscaya
geneologi (jalur keturunan) akan semakin kabur.
Agama dan
negara terjadi perselisihan dalam memaknai pernikahan dini.Pernikahan yang
dilakukan melewati batas minimnal Undang-undang Perkawinan, secara hukum
kenegaraan tidak sah.Istilah pernikahan dini menurut negara dibatasi dengan
umur.Sementara dalam kaca mata agama, pernikahan dini ialah pernikahan yang
dilakukan oleh orang yang belum baligh.
Terlepas dari
semua itu, masalah pernikahan dini adalah isu-isu kuno yang sempat
tertutup oleh tumpukan lembaran sejarah. Dan kini, isu tersebut kembali muncul
ke permukaan.Hal ini tampak dari betapa dahsyatnya benturan ide yang terjadi
antara para sarjana Islam klasik dalam merespons kasus tersebut.
Pendapat yang
digawangi Ibnu Syubromah menyatakan bahwa agama melarang pernikahan dini
(pernikahan sebelum usia baligh). Menurutnya, nilai esensial pernikahan
adalah memenuhi kebutuhan biologis, dan melanggengkan keturunan. Sementara dua
hal ini tidak terdapat pada anak yang belum baligh.Ia lebih menekankan pada
tujuan pokok pernikahan.
Ibnu Syubromah
mencoba melepaskan diri dari kungkungan teks.Memahami masalah ini dari aspek
historis, sosiologis, dan kultural yang ada. Sehingga dalam menyikapi
pernikahan Nabi Saw dengan Aisyah (yang saat itu berusia usia 6 tahun), Ibnu
Syubromah menganggap sebagai ketentuan khusus bagi Nabi Saw yang tidak bisa
ditiru umatnya.
Sebaliknya,
mayoritas pakar hukum Islam melegalkan pernikahan dini.Pemahaman ini merupakan
hasil interpretasi dari QS.al Thalaq: 4. Disamping itu, sejarah telah mencatat
bahwa Aisyah dinikahi Baginda Nabi dalam usia sangat muda. Begitu pula
pernikahan dini merupakan hal yang lumrah di kalangan sahabat.
Bahkan sebagian
ulama menyatakan pembolehan nikah dibawah umur sudah menjadi konsensus pakar
hukum Islam.Wacana yang diluncurkan Ibnu Syubromah dinilai lemah dari sisi
kualitas dan kuantitas, sehingga gagasan ini tidak dianggap.Konstruksi hukum
yang di bangun Ibnu Syubromah sangat rapuh dan mudah terpatahkan.
Imam Jalaludin
Suyuthi pernah menulis dua hadis yang cukup menarik dalam kamus hadisnya.
Hadis pertama adalah ”Ada tiga perkara yang tidak boleh diakhirkan yaitu shalat
ketika datang waktunya, ketika ada jenazah, dan wanita tak bersuami ketika
(diajak menikah) orang yang setara/kafaah”.
Hadis Nabi
kedua berbunyi, ”Dalam kitab taurat tertulis bahwa orang yang mempunyai anak
perempuan berusia 12 tahun dan tidak segera dinikahkan, maka anak itu berdosa
dan dosa tersebut dibebankan atas orang tuanya”.